Berita
Malam Tujuh Likur, Tradisi Ramadhan Masyarakat Riau
Ada sebagian masyarakat Indonesia yang sudah tahu apa yang dimaksud dengan tradisi malam tujuh likur, sementara sebagian yang lain masih asing tentangnya.
Sejak lama, malam tujuh likur telah menjadi tradisi masyarakat Indonesia, tepatnya di Tanjung Balai Karimun, Kepulauan Riau (Kepri), Sumatra.
Seperti namanya, malam tujuh likur jatuh bertepatan dengan malam 27 Ramadhan. Meski demikian, awal prosesi tradisi ini sudah dimulai dari malam satu likur (malam 21 Ramadhan) dan berlangsung sampai malam terakhir Ramadhan, atau saat malam takbiran.
Beberapa hari menjelang malam satu likur, masyarakat di pulau Karimun mulai bergotong-royong, bersama-sama membuat replika bangunan mesjid yang megah dan berukuran besar, berbahan kayu, bambu, dan kawat.
Untuk melestarikan tradisi ini, Bupati Karimun pun sering mengadakan lomba pembuatan replika mesjid tersebut. Poin penilaian dalam perlombaan itu bukan hanya terkait besar bangunannya, tapi sekaligus aspek keindahannya. Terutama di malam hari ketika bangunan tersebut dihiasi lampu minyak dari kaleng bekas.
Inilah tradisi unik yang masih bisa kita temukan di daerah Kepulauan Riau. Dari informasi yang kami dapat, di balik kemeriahan malam tujuh likur ini, terselip beberapa keyakinan masyarakat setempat. Ada yang berpendapat bahwa malam tujuh likur bertepatan dengan malam ke 27 Ramadhan, malam penuh berkah karena adanya Lailatul Qadar. Sementara sebagian lainnya berpendapat malam tujuh likur itu adalah malam ketika kita sebagai umat Muslim akan memasuki hari paling suci nan gemilang yang dinamakan Hari Raya Idulfitri.
Terlepas dari yang manakah di antara kedua pendapat itu yang benar, kita tahu betapa Indonesia memiliki kekayaan tradisi yang tak dimiliki oleh negara dan bangsa lain. Keunikan beragam tradisi inilah yang menjadi corak khas NKRI. Keragaman dan perbedaan bukanlah cacat dan aib bagi bangsa, bahkan sebaliknya, karena faktor itulah Indonesia menjadi negara kaya budaya. (Putra – M. Alifullah/Yudhi)