Berita
Mengenal Hakikat dan Tujuan Puasa
إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِين
Sesungguhnya Allah hanya menerima amal dari orang yang bertakwa (QS. al-Maidah:27).
Sepuluh hari pertama Ramadhan sudah kita lalui. Apa yang telah kita dapatkan? Buka bersama dengan sanak keluarga atau dengan teman dekat? Berencana membeli hijab dan baju koko terbaru? Atau sudahkah para ibu membeli terigu untuk membuat kue-kue lebaran?
Lebih penting dari semua itu, sudahkah kita mengetahui apa itu puasa dan untuk apa kita berpuasa di bulan mulia ini? Inilah pertanyaan mendasar yang harus bisa kita jawab sebelum melakukan berbagai tradisi menyambut lebaran.
Jika pertanyaan itu belum terjawab, mungkin kita takkan pernah merasakan hakikat perayaan lebaran. Hari Raya hanya akan dapat dinikmati secara jasmani, tidak secara rohani. Artinya, kita tudak akan pernah sampai pada hakikat dan tujuan berpuasa.
Lalu apa sebenarnya hakikat dan tujuan puasa?
Hakikat Berpuasa
Imam Ali as dalam Nahjul Balaghah, khotbah 110 berkata, “Wa shaumu shahri ramadhana fainnahu junnatun minal ‘iqab.”Maknanya adalah “Dan puasa di bulan Ramadhan adalah perisai dan tameng dalam menghadapi azab Ilahi.” Ketika seorang Mukmin berpuasa maka niscaya ia sedang melindungi dirinya dari azab Ilahi. Apalagi bagi pendosa seperti kita, kalau kita tidak melaksanakan puasa di bulan ini, sama saja kita tidak melindungi diri dari azab Ilahi. Maka dari itu berpuasalah dan bertobatlah. Jangan biarkan Ramadhan berlalu begitu saja.
Selain itu Imam Ali as dalam hikmah 136 berkata, “Walikulli syaiin zakaatun, wa zakaatul badani ash-shiyaamu,” yang artinya “Dan segala sesuatu itu ada zakatnya, dan zakat dari badan adalah berpuasa.” Dari sini dapat dipahami bahwa puasa adalah zakat untuk badan.
Berkenaan dengan hal ini, Ayatulah Jawadi Amuli hfz pernah berkata, “Sebelas bulan lamanya kita memberi nafkah untuk badan kita namun kita hanya sebulan memberi nafkah untuk jiwa kita. Apakah masih pantas kita mengeluh? Seandainya puasa dilaksanakan dengan ikhlas dan senang hati semata-mata karena Allah SWT maka puasa selama 17 jam (waktu Iran) tidak akan pernah terasa susah. Ini seperti seorang bapak yang tidak makan dari malam sampai menjelang sore karena mempersiapkan acara pernikahan anaknya. Ia tidak akan sakit dan tak merasa lapar.[1]”
Tujuan Berpuasa adalah Bertakwa
Selanjutnya, seperti yang tercantum dalam Alquran bahwa hasil dari berpuasa menurut apa yang diinginkan Allah SWT adalah la’alakum tattaqun[2], supaya kalian bertakwa.
Menyangkut orang-orang bertakwa Alquran mengungkapkan, “Dan orang-orang yang bertakwa kepada Tuhannya diantar ke dalam surga secara berombongan. Sehingga apabila mereka sampai kepadanya (surga) dan pintu-pintunya telah dibukakan, penjaga-penjaganya berkata kepada mereka, ‘Kesejahteraan (dilimpahkan) atasmu, berbahagialah kamu! Maka masuklah, kamu kekal di dalamnya.’”[3]
Jadi, jika kita berpuasa dan sampai pada derajat takwa maka kita akan masuk ke dalam surga dan kekal di dalamnya. Nikmat dan karunia besar yang patut disyukuri, bukan?
Tentang orang yang bertakwa, Imam Ali as berkata bahwa mereka aman dari azab, tenteram dari cacian, dan jauh dari api neraka. Mereka bahagia di dalam surga Ilahi. Akhlak mereka ketika di dunia itu bersih, mata-mata mereka sering menangis, siang dan malam mereka adalah tunduk dan istighfar, siang dan malam mereka dalam ketakutan atas dosa.[4]
Imam Ali as berkata bahwa takwa adalah pemimpin dari seluruh nilai-nilai akhlak. Ulama akhlak berkata bahwa takwa adalah kunci dari rumah hidayah.[5] Siapa saja yang menanam pohon takwa maka ia akan memetik buah hidayah.[6]
Kesimpulan:
1. Puasa di bulan Ramadhan menurut Imam Ali as adalah perisai dari azab Ilahi dan zakat untuk badan.
2. Menurut Alquran, tujuan berpuasa adalah supaya kita bertakwa. Siapapun yang bisa sampai pada derajat orang yang bertakwa, akan kekal di dalam surga dan bisa dikatakan mempunyai masa depan yang cerah di alam akhirat nanti. Adapun yang disebut orang bertakwa adalah akhlak mereka ketika di dunia itu bersih, mata-mata mereka sering menangis, siang dan malam mereka adalah tunduk dan istighfar, siang dan malam mereka dalam ketakutan atas dosa.
3. Allah hanya menerima amal orang yang bertakwa. Maka merupakan kedudukan yang luar biasa jika setiap amal kita diterima oleh Allah SWT.
4. Kita perlu berupaya agar puasa kita bukan puasa yang hanya sekadar diakhiri dengan membeli baju koko dan hijab baru, namun puasa yang mendidik kita menjadi orang yang bertakwa. (Sutia/Yudhi)