Artikel
Pelatihan Bela Negara solusi atasi Kegalauan Berbangsa
Secara geografis, Kalimantan Barat berbatasan langsung dengan negara asing, yakni Negara Bagian Serawak, Malaysia Timur. Posisi ini mmenjadikan Kalbar sebagai satu-satunya provinsi di Indonesia yang secara resmi telah mempunyai akses jalan darat untuk masuk ke dan keluar dari negara asing.
Hal ini pun memberikan sisi positif dan negatif bagi masyarakat perbatasan. Peluang pengembangan ekonomi terbuka lebar, karena perbatasan menjadi pintu keluar-masuk barang bernilai ekonomi yang -andaikata tertata dengan baik- akan meningkatkan perekonomian masyarakat perbatasan.
Di sisi lain, dampak negatifnya adalah peluang terjadinya impor barang ilegal berharga murah, tak terkecuali masuknya narkotika.
Barang impor ilegal sudah pasti merugikan ekonomi masyarakat lokal, apalagi dibanderol dengan harga murah. Belum lagi bahaya distribusi narkoba melalui jalur perbatasan.
Narkotika: Proxy Penjajahan
Republika pernah merilis berita penyelundupan 5,15 kilogram sabu-sabu dari Malaysia tujuan Pontianak melalui pintu masuk PPLB (Pos Pemeriksaan Lintas Batas). Masuknya barang haram itu berhasil digagalkan petugas Bea Cukai (BC) di Entikong, Kalbar, 1 Mei lalu. (www.republika.co.id, Rabu, 3 Mei 2016).
Narkotika, tak ayal lagi, adalah musuh peradaban karena dampaknya merusak generasi muda selaku penerus kepemimpinan bangsa. Narkotika juga merupakan “senjata budaya” yang digunakan penjajah untuk melemahkan semangat juang para pemuda dalam mempertahankan Tanah Airnya, di samping salah satu media perang proxy antar negara yang terbukti efektif dan efisien untuk menguasai negara lain.
Ketika para pemuda sudah lemah dan tak acuh dengan masalah kebangsaan, bangsa-bangsa imperialis pun datang menjajah. Niscaya merupakan kesalahan sejarah jika kelak hilang satu generasi bangsa ini, apatah lagi lebih.
Tiongkok, di bawah Dinasti Qing, pernah mendeklarasikan Perang Candu ketika opium bertebaran di Negeri Tirai Bambu akibat ulah Inggris memasukkan opium dari India ke Tiongkok. Dinasti Qing kalah dan harus menyerahkan wilayah Hongkong kepada Inggris.
Presiden Jokowi menuturkan, berdasarkan data yang dipegangnya, kira-kira ada 50 orang di Indonesia yang meninggal dunia setiap hari karena penyalahgunaan narkoba. Jika dikalkulasi dalam setahun, ada sekitar 18.000 jiwa meninggal dunia karena penggunaan narkoba. Angka itu belum termasuk 4,2 juta pengguna narkoba yang direhabilitasi dan 1,2 juta pengguna yang tidak dapat direhabilitasi. (Sumber: www.kompas.com, 4 Februari 2015).
Jika mengacu pada pengalaman Dinasti Qing, kita harus mencari tahu daerah incaran mastermind narkotika dunia di Indonesia. Menyadari narkotika sebagai ancaman negara berarti satu langkah lebih dekat pada upaya penyelamatan anak bangsa.
Perlu Kesadaran Berbangsa
Gawat darurat narkotika di Indonesia perlu antisipasi dan respon cepat pula. Selain penegakan hukum bagi para bandar dan pengedar, solusi mendasar lain adalah membangun kesadaran berbangsa yang holistik.
Instrumen formal lain yang sudah ada -seperti aparat penegak hukum dan BNN- tidak akan berjalan baik tanpa dukungan dari pihak ketiga, terutama kelompok sasaran penyalahgunaan narkotika, yakni anak muda negeri ini.
Langkah tepat mengatasi ancaman negara tersebut adalah melalui pendidikan bela negara bagi generasi muda, seperti yang telah dilakukan Komando Daerah Militer (Kodam) XII/ Tanjungpura.
Bekerjasama dengan Universitas Tanjungpura, setidaknya limapuluh pemuda dari Resimen Mahasiswa (Menwa) Untan ikut serta dalam kegiatan yang dilakukan di Pantai Pasir Panjang, Singkawang. Resimen Induk Militer Kodam (Rindam) XII/ TPR di Singkawang menjadi host kegiatan yang diadakan sejak 31 Mei hingga 3 Juni 2016, dengan instruktur langsung dari Rindam XII/ TPR.
Menurut Serda Munawar, anggota Kodim 1207/Pontianak yang bertugas mendampingi para peserta, materi yang disampaikan dalam Pelatihan Kader Bela Negara Bagi Generasi Muda itu di antaranya adalah membentuk rasa cinta Tanah Air serta penghayatan dan pengamalan Pancasila.
Rasa cinta Tanah Air akan memantik penolakan terhadap berbagai upaya merusak NKRI, termasuk peredaran dan penyalahgunaan narkotika. Penghayatan dan pengamalan Pancasila akan menumbuhkan kesadaran keindonesiaan yang terkristalisasi dalam spirit berbangsa: Bhinneka Tunggal Ika.
Kegiatan ini merupakan yang kesekian kalinya dilaksanakan jajaran Kodam XII/TPR, guna menanamkan patriotisme, kecintaan dan loyalitas pada Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selain melakukan pendidikan-pendidikan singkat, sosialisasi wacana kebangsaan juga dilakukan secara langsung ke sekolah-sekolah. Hal ini juga memberikan kesan lebih personal bagi kaum muda, bahwa TNI ternyata tidak seeksklusif yang dibayangkan.
Kedekatan yang dibangun itu tentu akan membuka keterbukaan komunikasi dua arah; pemuda lebih memahami konsep dan manifestasi bela negara, sementara TNI akan semakin kenal gelora kaum muda yang enerjik. Dengan demikian, TNI, melalui berbagai programnya dapat mengarahkan kaum muda untuk menyalurkan energi mereka pada konteks pembangunan bangsa dan menjauhkan mereka dari penjajahan budaya via narkotika. (/Yudhi )