Berita
Konten Kreatif, Cara Efektif Tangkal Aksi Provokatif
Merespon beredarnya situs-situs radikal dan provokatif di jejaring internet, The Wahid Institute (WI), Kamis (19/5), menggelar Workshop Sindikasi Media Berbasis Islam Damai.
“Kita ingin menggugah teman-teman khususnya kaum muda untuk bareng-bareng menyuarakan perdamaian,” kata Siti Kholisoh dari WI selaku panitia acara.
Melalui kemajuan teknologi, informasi memang begitu cepat silih berganti. Tanpa mempunyai bekal pengetahuan yang cukup untuk memfilter segala informasi yang diterima, tentu akan menimbulkan persoalan tersendiri. Minimal akan bingung kalau tidak mengerti tentang informasi yang didapat, atau akan mudah terprovokasi oleh opini-opini yang terus mengantri. Esok hari, informasi telah berganti sementara informasi kemarin belum sempat terkonfirmasi. Begitu seterusnya.
Bagaimana jadinya jika dunia maya yang kian digandrungi itu dipenuhi oleh konten-konten provokasi serta hasutan kebencian?
Kegiatan workshop kali ini sekaligus bermaksud menjawab tantangan itu; di samping juga untuk membekali pemahaman kaum muda dan pegiat perdamaian sebagai sarana untuk mengimbangi situs-situs radikal dan provokatif yang kian mendominasi mesin pencari di dunia maya ini.
Menurut Rendra Almatsier, salah satu pemateri workshop dari IMPRO (Visual Story Teller), untuk melakukan kampanye di media sosial harus memiliki strategi yang kreatif dalam membuat konten.
“Tantangannya bukan sekadar memberitahu, tapi bagaimana supaya orang mau bergerak,” ucapnya.
Pendekatan komunikasi kreatif, menurutnya dapat dilakukan dengan penyampaian melalui cerita, juga penyampaian melalui gambar. Melalui cerita yang positif, dan media bergambar, akan mudah diingat dan diterima oleh otak manusia.
Rendra juga menyampaikan hal-hal yang menjadi faktor sukses dalam penyampaian gagasan atau ide, yaitu: simple (jelas dan mudah dimengerti), unique (berbeda dari yang lain), concrete (menyampaikan sesuatu yang berwujud), credible (valid dan berintegritas), emotion (bisa memancing emosi dan perasaan intens), stories (disampaikan dalam format cerita).
“Tiga komponen cerita memuat: tujuan, alur, dan tokoh,” papar Rendra.
Cerita yang kuat menurutnya akan mempermudah tahap berikutnya dalam mengolah konten kampanye ke dalam bentuk visual, dan visual akan lebih mudah membuat orang lain mau bergerak. (Malik/Yudhi)