Berita
Nobar Rayuan Pulau Palsu di STAIMI Depok
“Sekarang ini, banyak orang yang memilih pemimpin hanya karena sering disebut namanya atau sering muncul di sosial media,” ujar Hertasning Ichlas selaku Direktur Eksekutif YLBHU(Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Universalia). “Padahal, jauh lebih penting dari pada itu, yang harus dilihat adalah kebijakan apa yang diusung oleh pemimpin tersebut,” lanjutnya, saat menjadi salah satu narasumber dalam acara Nobar film Dokumenter Rayuan Pulau Palsu (RPP), karya Watchdoc, Minggu (15/5) di kampus STAIMI Depok.
Film dokumenter tersebut menyajikan kehidupan masyarakat nelayan di Muara Angke secara langsung sebelum adanya reklamasi dan selama proses jalannya reklamasi. Pengakuan salah satu nelayan dalam film tersebut mengungkapkan bahwa sebelum adanya reklamasi, nelayan biasa mendapatkan 40-50 kg ikan untuk setiap harinya. Akan tetapi, setelah berjalannya reklamasi, nelayan hanya mendapat 2-10 kg ikan saja. Diterangkan juga bahwa reklamasi tidak hanya terjadi di Teluk Jakarta, melainkan juga di beberapa titik di Indonesia.
Reklamasi Teluk Jakarta, lanjut Herta, merupakan perampasan hak masyarakat sekitar Teluk sebagai warganegara Indonesia. Selain itu, reklamasi Teluk Jakarta, juga sudah merusak ekosistem. Di antaranya menyebabkan ikan-ikan mati, terumbu karang dan hutan Mangrove juga rusak. Padahal hutan Mangrove ini sangat penting karena banyak sekali manfaatnya. Antara lain mencegah erosi dan abrasi pantai, pencegah dan penyaring alami limbah, tempat hidup sejumlah hewan laut, sumber makanan bagi beberapa jenis satwa, benteng alami abrasi, tempat burung-burung dari Pasifik melintas ke Teluk Jakarta dan lain sebagainya.
Herta mengimbau agar mahasiswa khususnya, harus sadar politik. Memilih pemimpin bukan karena ketenaran atau kebaikan-kebaikan yang menonjol di publik, yang ia sebut sebagai romantisme, yang isinya hanya rayuan-rayuan di awal saja. Akan tetapi, memilih pemimpin harus dlihat dari kebijakan publik apa yang diusungnya. Apakah ia memperhatikan kepentingan rakyat atau kepentingan pasar sebagai produk kapital. Dari situ kita bisa tahu apakah pemimpin itu layak atau tidak dijadikan pemimpin.
Acara Nobar yang dilakukan sebagai salah satu kampanye untuk menyelamatkan Teluk Jakarta ini tak hanya dihadiri oleh mahasiswa STAIMI Depok saja, tapi juga dihadiri oleh masyarakat umum yang juga tergerak hatinya untuk mengetahui langsung dampak lingkungan dan sosial dari reklamasi Teluk Jakarta seperti yang digambarkan dalam Film Rayuan Pulau Palsu. (Banin/Yudhi)