Nasional
Stop Kekerasan Berbasis Sumber Daya Alam! Saatnya Pemerintah Memihak Rakyat
Sebagai kelanjutan dari serangkaian acara Dengar Kesaksian yang diadakan sejak tanggal 25 November lalu, kembali Koalisi Keadilan dan Pengungkapan Kebenaran (KKPK), mengadakan seminar yang pada Kamis, 28 November 2013 ini bertemakan “Kekerasan Berbasis Sumber Daya Alam.” Kegiatan ini pun masih dilangsungkan di tempat yang sama, Gedung Perpustakaan Nasional jalan Salemba Raya 28A Jakarta.
Kali ini, KKPK menghadirkan dan mengungkap kesaksian tujuh kasus tindak kekerasan yang berbasis Sumber Daya Alam. Salah satunya adalah Pak Yadin, penduduk asli Luwu, Sulawesi Selatan. Ia dan warga Luwu lainnya merasa kehilangan hak sebagai warga negara, sejak datangnya perusahaan Tambang Nikel ke daerahnya. Sementara pihak Tambang mengklaim telah mendapat ijin dari Pemerintah dan telah membayar kewajiban kontrak karya.
Sebaliknya Pak Yadin dan warga Luwu lainnya, dianggap pihak Tambang sebagai penduduk ilegal saat hendak menduduki kembali lahan mereka.
Bukan hanya itu, tindak kekerasan dan intimidasi pun sering mereka dapatkan. Pak Yadin juga sempat meluapkan perasaannya ketika ia menceritakan bahwa sebagian warga di sana seakan tak mampu lagi menyanyikan lagu kebangsaan, Indonesia Raya. Sebab dalam baitnya, “Indonesia Tanah Airku,” saat ini serasa sudah tak mereka miliki lagi. Karena faktanya, tanah, air yang dulu mereka miliki, kini sudah berpindah tangan.
Namun demikian Pak Yadin dan ratusan kepala keluarga Luwu lainnya masih tetap bertekad untuk memperjuangkan hak-hak mereka hingga saat ini dengan tetap mencintai NKRI.
Achmad Fanani Rosyidi, salah seorang mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang mengikuti acara Dengar Kesaksian tersebut menilai, selama ini Pemerintah lebih cenderung memihak kepada perusahaan dibandingkan upaya pembelaan terhadap nasib rakyatnya. Padahal menurutnya, pemerintah mesti membenahi diri dan lebih mempertimbangkan kemaslahatan rakyat banyak sesuai dengan Undang-undang, dan terutama melindungi mereka agar tidak terus-menerus menjadi korban pelanggaran HAM di Tanah Air.
Dalam kesempatan yang sama, Noer Fauzi, perwakilan Majelis Warga menyampaikan kekagumannya kepada para korban yang sering dikriminalisasikan namun tetap bersemangat untuk terus berjuang itu. Mereka tetap bersikap jujur dan konstitusional dalam memperjuangkan hak-haknya dan hak-hak warga di daerahnya masing-masing.
“Terus terang saya salut kepada mereka. Karena seperti yang kita tahu, seringkali selain dikriminalisasi, para pelopor penentangan terhadap perusahaan-perusahaan pelanggar HAM itu juga diiming-imingi uang asalkan mereka mau berhenti melawan dan tidak lagi mengkordinir massa perlawanan. Namun hebatnya, mereka tetap mampu menolaknya,” ujar Noer Fauzi menegaskan kekagumannya. (ABI/AM)