Berita
Imam Ali Di Mata Dirar
Jumat (22/4), Islamic Cultural Center (ICC) Jakarta gelar Milad Imam Ali as dengan pembicara Ustaz Muhammad BSA.
Di awal tausiyahnya Ustaz Muh mengatakan, “Imam Ali adalah sosok pria yang rela menggadaikan jiwanya untuk Allah SWT.”
Dikisahkan, Dirar bin Dhamrah al-Nahsahli adalah murid Imam Ali yang setelah wafat Beliau as, pergi ke istana Muawiyah. Melihat Dirar, Muawiyah memintanya bercerita tentang sifat Imam Ali, sebab Muawiyah tahu betul kalau Dirar adalah orang dekat Imam dan begitu cinta kepada Amirul Mukminin as.
Muawiyah berkata, “Hai Dirar coba sifatkan kepadaku, bagaimana Ali?”
Dirar menolak dengan menjawab, “Bicaralah hal yang lain saja!”
Muawiyah bersikeras, “Tidak, sifatkan kepadaku tentang Ali!”
Untuk kedua kalinya Dirar tetap menolak dan menjawab, “Tolong jangan bicarakan masalah ini!”
Karena Muawiyah tetap memaksa, akhirnya Dirar pun menceritakan sifat-sifat Imam Ali.
Imam Ali kata Dirar, adalah sosok yang selalu berpandangan jauh ke depan, selalu banyak berpikir dan kerap berurai air mata. Jika menjelaskan sesuatu selalu satu persatu, pasal per pasal. Jika memberi hukuman, maka hukumnya pasti adil.
Ali adalah Singa Allah yang waktu-waktu malamnya berselimut kerinduan akan surga. Begitulah Ali bangga karena dia bertuhankan Allah dan merasa mulia sebagai hamba-Nya.
Dirar pun bersumpah demi Allah, telah menyaksikan dan mendengarkan sendiri munajat mawlanya. Bahkan Dirar merasa, saat dia menyifatinya, seolah masih terdengar munajat Imam Ali itu di telinganya.
Lebih jauh Dirar menceritakan bahwa suara munajat Imam Ali ibarat kondisi orang yang sedang tersengat kalajengking; berteriak-teriak, menangis dan merintih sedih.
Dalam salah satu munajatnya, kisah Dirar, Imam Ali berkata, “Hai dunia, apakah engkau menawarkan dirimu? Apakah kau hendak menggangguku? Ganggulah yang lain, tipulah mereka, jangan aku. Sebab aku telah talak engkau 3 kali dan aku tidak akan kembali lagi kepadamu. Umurmu sangat pendek, kehidupanmu hina, bahaya yang ada padamu sangat besar.” Lalu sambil menangis beliau berkata, “Oh, alangkah sedikitnya bekalku.”
Di akhir tausiyahnya Ustaz Muh pun bertanya kepada jemaah yang hadir malam itu, “Kalau Imam Ali saja merasa bekalnya kurang, lalu bagaimana dengan kita?” pungkasnya. (Haidar/Yudhi)