Berita
Efek Kontestasi Global Terhadap Gerakan Fundamentalis Islam Indonesia
Seringkali konflik politik global sulit dipahami. Akibatnya, banyak orang menjadi korban proyek adu-domba karena minimnya informasi tentang hal yang sebenarnya terjadi.
Kasus Syiah di Sampang Madura, contohnya. Gara-gara dianggap sesat, Muslim Syiah Sampang diserang kelompok yang kemudian dianggap Sunni. Belakangan diketahui, kelompok penyerang sendiri tidak mengerti apa itu Syiah bahkan apa itu Sunni. Bisa dikata, mereka awam dalam hal agama, tapi tiba-tiba bertindak brutal akibat terjebak dalam proyek adu-domba.
Berupaya melihat akar permasalahan Fundamentalisme yang ada, Universitas Paramadina menggelar seminar “Meneropong Pengaruh Kontestasi Arab Saudi dan Iran terhadap Gerakan Fundamentalis Islam di Indonesia”, Selasa (19/4).
“Begitu hubungan politiknya memanas, di Timur Tengah antara Saudi dan Iran, maka di belahan dunia lain, isu Wahabi dan Syiah juga memanas,” kata Yon Machmudi, Kepala Riset dan Publikasi Pusat Kajian Timur Tengah UI, selaku salah satu pembicara.
Sebagaimana diketahui, paham Wahabi identik dengan Arab Saudi dan Syiah dengan Iran.
“Biasanya isu Sunni-Syiah itu belakangan. Konflik politik dan ekonomi dulu, …” papar Yon menjelaskan bahwa isu keagamaan dimunculkan belakangan untuk menyelamatkan situasi politik yang terjadi. Dan seperti diketahui, hubungan politik Iran dan Saudi memanas karena banyak hal.
“Rezim-rezim monarki itu menginginkan negaranya pro terhadap status quo. Kalau pro terhadap perubahan, itu pasti akan membawa virus perubahan itu ke tetangga,” paparnya.
Begitupun Revolusi Islam Iran telah meruntuhkan monarki pada saat itu dan memberikan perubahan dalam banyak hal. Perubahan-perubahan inilah yang kemudian menjadi ancaman bagi monarki Arab Saudi dan kepentingan Amerika di sana. Isu kian memanas, dan agama menjadi bumbu untuk saling berseteru.
Yon pun menilai bahwa di internal Saudi, Salafi (Wahabi), tidak semuanya identik dengan kekerasan. Ada yang kultural, ada yang jihadis. Begitu juga menurutnya dengan Syiah.
“Persoalannya kelompok yang radikal (dari kedua pihak) ini yang sering digunakan dalam kondisi terjepit. Yang terjadi kemudian fragmentasi, saling menuduh. Yang bukan Syiah dituduh sebagai Syiah, orang lain yang bukan Wahabi dituduh Wahabi. Terjadi eskalasi konflik yang besar untuk mempertahankan hegemoni yang ada di Timur Tengah…”
“Tapi seringkali dua kekuatan yang radikal ini dibenturkan ketika isu-isu politik, ekonomi atau hegemoni lain berubah genting dan imbasnya sampai ke kita,” papar Yon Machmudi. (Malik/Yudhi)