Ikuti Kami Di Medsos

Opini

Intoleransi adalah Musuh NKRI dan Kemanusiaan

*

Isu Sunnah-Syiah yang berkembang saat ini perlu dipahami dengan mempelajari sejarah dan geografi negara-negara Timur Tengah, termasuk sejarah pergulatan pemikiran internal masing-masing mazhab baik Sunni maupun Syiah serta pergulatan antar mazhab dan antar kerajaan.

Kita juga harus menelaah dengan teliti sejarah modern negara-negara Sunni (Turki, Saudi, Sudan dll) dan Syi’ah (Iran, Iraq dan Bahrain).

Iran di masa Shah Iran merupakan anak emas Amerika dan mempunyai hubungan mesra dengan Saudi dan Israel sebagai sesama anak emas. Masa-masa itu tidak ada isu Sunni-Syiah. Padahal kedua mazhab ini sudah ada sejak seribuan tahun yang lalu.

Revolusi Islam Iran mengubah konstelasi keseimbangan kekuatan. Revolusi menjungkirbalikkan keadaan. Iran berubah jadi anti Amerika. Hubungan diplomatik pun putus dengan Amerika dan Israel. Kantor kedutaan Israel diambil alih dan diberikan ke Palestina di bawah Yasser Arafat yang sebelumnya tidak punya hubungan diplomatik dengan Iran di bawah Shah. Kantor kedubes Amerika diduduki oleh mahasiswa militan Iran dan mereka berhasil menyita ribuan halaman dokumen rahasia yang berisi jaringan dan aktifitas Amerika di seluruh dunia dan khususnya kejahatan intelijen AS di dalam negeri Iran. Terjadi krisis penyanderaan diplomat.

Amerika di bawah Presiden Jimmy Carter melakukan operasi penyelamatan sandera menyerang Iran dengan operasi bersandi Operation Evening Light (bagian dari proyek ‘Blue Light’) tapi gagal dan mempermalukan reputasi Amerika di dalam dan di luar negeri.

Amerika lalu mengubah strategi a.l. –secara langsung maupun tidak langsung– mendukung kelompok teroris domestik Iran Mujahidin Khalq dan Furqon (kelompok sosialis marxis yang menyalahgunakan Al Qur’an dan ajaran Islam sebagai argumen pembenaran ideologi mereka) melakukan berbagai tindakan teroris dan ‘political assassination’ terhadap tokoh-tokoh Revolusi Islam Iran seperti Bahonar, Behesti, Murthadha Muthahhari dll. Gedung parlemen Iran dibom den menyebabkan jatuhnya banyak korban. Ali Khamenei pun dirancang untuk dibunuh dengan menaruh bom di mimbar khutbah beliau yang kemudian meledak, melukai beliau dan membuatnya cacat kehilangan lengan kanannya.

Iran dikucilkan, diembargo, dana berjumlah milyaran dollar yang tersimpan di berbagai lembaga keuangan AS dibekukan. Irak yang selama ini merupakan ancaman bagi negara-negara Arab tetangganya karena ideologi sosialis Baths-nya yang dilindungi oleh Uni Sovyet kemudian diprovokasi untuk menyerang dan menginvasi Iran. Maka terjadilah perang yang dipaksakan atas Iran (1980-1988). Dalam perang ini Irak menikmati dukungan dana dan persenjataan dari hampir semua negara Barat dan Arab minus Suriah.

Sejak pecahnya perang Irak-Iran itulah isu Sunni-Syi’ah mulai digulirkan untuk mengesankan bahwa Iran itu bukan Islam, walau pun jelas-jelas Iran adalah anggota OKI, Rabithah Alam Islami, IDB dan berbagai organisasi kerjasama Islam lainnya. Ulama-ulama di negeri-negeri Islam termasuk Indonesia sempat menyambut revolusi Islam Iran sebagai permulaan dari era Kebangkitan Islam yang dinanti-nantikan. Namun isu Ekspor Revolusi Islam Iran membuat banyak pemerintahan dunia Islam yang didominasi oleh penguasa diktator dan monarkhi di Timur Tengah menjadi was-was, termasuk Indonesia pada masa Orde Baru. Tidak dipungkiri bahwa di sebagian kalangan generasi muda di dunia Islam terinspirasi Revolusi Iran hingga ingin melakukan perubahan di negeri mereka, meskipun latar belakang tradisi dan budaya serta situasi di negara masing-masingnya berbeda-beda.

Maka dimulailah upaya untuk membendung pengaruh Iran dengan mengangkat isu Sunni-Syi’ah yang disponsori terutama oleh Arab Saudi melalui Maktab Agama-nya di seluruh dunia khususnya di Indonesia dengan mencetak jutaan eksemplar buku-buku yang mendiskreditkan Syi’ah dengan berbagai tuduhan fitnah. Mereka mendekati institusi keagamaan tertentu dan tokoh-tokoh ulama tertentu untuk mendukung misi ini. Milyaran riyal Saudi dialirkan untuk ‘membeli’ ulama tertentu, membentuk dan mengakuisisi lembaga-lembaga Islam tertentu yang mendukung misi tersebut dan mengakuisisi ormas-ormas Islam yang sudah mempunyai akar dan nama di masyarakat.

Mereka juga mengirim sejumlah ulama ke Indonesia untuk menyebarkan bahaya dan kesesatan bahkan kekafiran Syi’ah, padahal mereka (Saudi Arabia) menikmati uang milyaran Dollar dari jutaan jemaah haji Syi’ah di seluruh dunia yang datang berhaji dan umroh ke Mekkah dan Medinah.

Bahwa jutaan jemaah Syi’ah dari berbagai negara dan kebangsaan meramaikan ritual umrah maupun haji di kedua tanah Suci. Bahwa negara-negara yang berpenduduk mayoritas Syi’ah seperti Iran, Irak dan Bahrain adalah anggota OKI, Rabithah Alam Islam dan Islamic Development Bank dll. Semua fakta ini sengaja diabaikan demi kepentingan politik duniawi yang rakus dan kejam. Agama dijadikan alat pembenaran untuk pembunuhan dan peperangan. Berbagai isu dan fitnah direkayasa dan dipublikasikan.

Tiga puluh empat tahun Iran mengalami pengucilan, blokade dan embargo, perang yang dipaksakan dan berbagai sanksi. Ternyata ini semua tidak melemahkan Iran bahkan Iran menjadi salah satu negara yang mencatat percepatan pertumbuhan sains dan teknologi tertinggi di dunia. Tak ayal hal ini mengkhawatirkan musuh-musuh Iran khususnya Israel dkk.

Maka direkayasalah isu baru yaitu isu senjata nuklir yang sudah berulangkali ditegaskan oleh pihak Iran bahwa proyek nuklirnya adalah untuk tujuan damai. Bahwa senjata nuklir dan pemusnah massal lainnya adalah haram menurut fatwa para ulama Iran. Pihak Barat tidak percaya dan terus menekan Iran dengan berbagai sanksi ekonomi yg lebih berat.

Saat ini perang urat syaraf tetap berlanjut dan ancaman serangan militer semakin massif. Israel dan Saudi kecewa dengan adanya perubahan sikap presiden Obama terhadap beda kebijakan Iran di bawah Presiden Iran yang baru Hassan Rouhani, terkait langkah perundingan yang dihidupkan kembali.

Kelompok (Saudi-Israel) ini bekerjasama untuk menyabot perundingan nuklir Iran dan memprovokasi dunia untuk melakukan tindakan militer setelah gagalnya berbagai sanksi untuk melumpuhkan ekonomi Iran. Berbagai upaya telah dilakukan dengan memanfaatkan DK PBB.

Harapan Israel dan oknum pejabat tinggi Saudi (dalam hal ini terutama pihak Bandar bin Sultan yang bertindak sendiri tanpa kordinasi dengan Raja Abdullah) untuk segera menggempur Iran secara militer menjadi pupus. Saudi (cq Bandar bin Sultan) menunjukkan kekecewaannya antara lain dengan menolak kursi keanggotaan di Dewan Keamanan PBB.

Bandar pun dijadikan pintu masuk Israel untuk mengobok-obok dunia Islam, dimulai langsung dari jantungnya; Mekkah dan Medinah. Bencana Perang saudara pun membayangi Saudi.

Sudah biasa bahwa untuk menyatukan pihak-pihak yang bertikai maka perlu diciptakan musuh bersama dari luar. Dalam hal ini, Iran sangat tepat untuk dijadikan sasaran bersama.

Untuk memuluskan rencana aksi militer dan untuk mengantisipasi reaksi kesetiakawanan yang muncul dari dunia Islam, maka soft war (yaitu perang disinformasi terhadap mazhab Syi’ah) dengan berbagai rekayasa fitnah dan adu domba terus-menerus ditingkatkan. Baik kalangan Syi’ah maupun Sunni disusupi agen yang melakukan misi penyesatan melalui dunia maya dan media on line serta televisi dan buku-buku yang isinya bertujuan memecah belah. Sementara secara fisik direkayasalah pemboman ke masing-masing pihak dengan teknik adu domba sambil memanfaatkan orang-orang yang lemah dan bodoh dari masing-masing pihak untuk memicu kemarahan, kekerasan dan melahirkan rantai balas dendam dan lingkaran setan tak berujung.

Selain itu metode proxy war pun diterapkan dengan mendukung dan memfasilitasi kelompok garis keras, teroris dan ekstrimis Islam seperti al Qaedah dkk, untuk diadu dengan sesama kelompok Islam.

Ini strategi bermata dua, ke dalam merusak kerukunan dan kesatuan umat, sedangkan ke luar dimaksudkan untuk merusak citra Islam dengan stigmatisasi Islam sebagai agama kekerasan, kejam dan anti damai. Ini memuluskan proyek stigmatisasi Islam sbg agama teror. Sebagaimana yang dipertontonkan saat ini di Suriah, Irak, Libya, Somalia, Pakistan, Afganistan, dll.

Bangsa Indonesia, karenanya, harus waspada, cermat dan kritis atas perkembangan dunia yang sedang berlangsung. Politik adu domba dan politisasi agama dengan menebar milyaran riyal di Bumi Pertiwi pada gilirannya akan menghancurkan Pilar NKRI yang merupakan amanah para pahlawan dan pendiri Bangsa.

Sebagai bangsa yang menjunjung tinggi prinsip keberagaman (Bhinneka Tunggal Ika) maka kita harus menyadari bahwa intoleransi dan kekerasan atas nama apapun (apalagi atas nama agama) adalah musuh kemanusiaan dan keadilan.

*Oleh: Ustad Agus Abubakar Al Habsyi

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *