Berita
Makam Unik Kyai Mojo di Kampung JATON (Jawa-Tondano)
Di antara ratusan nama para pahlawan, pernahkah pembaca mendengar nama Kyai Mojo?
Sejarah pahlawan Kyai Mojo di Sulawesi Utara ini menurut Arbo Baderan (juru kunci makam Kyai Mojo), berawal dari pengasingan Kyai Mojo dan pengikutnya oleh kolonial Belanda pada tahun 1892 saat perang Diponegoro. Ketika itulah Kyai Mojo beserta pengikutnya diasingkan di desa Kema dekat pelabuhan Bitung, sebelum akhirnya dipindah ke tempat lebih aman dan strategis di wilayah dekat aliran sungai Tondano, tepatnya di desa atau kampung Kawak, yang saat ini bernama kampung Jawa Tondano.
Aktivitas atau pekerjaan sehari-hari para tahanan ini sejak awal adalah bertani, sambil mengajarkan cara bercocok-tanam kepada penduduk setempat. Mereka juga meninggalkan beragam budaya yang sampai kini tetap dilestarikan oleh masyarakat kampung Jaton(Jawa-Tondano).
Awal mula kedekatan antara masyarakat kampung Jawa dan Tondano tercermin dari pernikahan antara anak Kyai Mojo dan pengikutnya asal Minahasa. Sejak pernikahan itulah keduanya menetap di tanah Tondano.
Kyai Mojo yang bernama asli Kyai Muslim Muhammad Halifah, lahir pada tahun 1764 dan saat wafat pada 20 Desember 1849, dia pun dikubur di daerah Tondano dengan bentuk makam yang memiliki keunikan tersendiri.
Di kompleks pemakaman ini, makam Kyai Mojo beserta keluarga yang sejatinya asli dari Jawa dibedakan dengan makam kerabat Kyai Mojo dari Minahasa (keluarga atau pengikutnya yang kawin dengan penduduk asli Minahasa).
Perbedaan makam tersebut terletak pada bentuknya. Makam keluarga asli Jawa memiliki lubang memanjang pada bagian tubuh makam, sedangkan makam keluarga Kyai Mojo dari Minahasa tidak memiliki lubang serupa.
Menurut juru kunci makam, model makam sengaja dibuat berbeda agar dapat diketahui publik atau peziarah bahwa makam anggota keluarga Kyai Mojo ada yang asli dari Jawa, dan ada pula makam keluarga atau anak keturunan Kyai Mojo yang lahir dan besar di Minahasa. (Reynaldi/Yudhi)