Berita
Hari Kedua Perjalanan: Setrum di Jalan Cinta
(Catatan Keempat)
Di hari kedua perjalanan, saya kian sadar akan dorongan misterius yang membawa saya kembali ke sini: saya benar-benar merasa hidup sebagai manusia di antara sesama manusia. Saya saksikan manusia melayani sesama dengan tulus, penuh gairah, tanpa lelah, dan bersemangat.
Anak-anak menyodorkan berbagai jenis makanan dan minuman di sepanjang jalan untuk para peziarah. Kaum ibu, yang tampaknya berasal dari dusun, menenteng hewan kurban. Yang remaja mempersilakan kami duduk beristirahat di tenda khusus untuk peziarah. Begitu di dalam, mereka memijat kaki dan punggung kami dengan serius, seolah kita bakal bayar uang banyak (meski pijatan mereka, terus terang, tak semahir orang-orang Indonesia–untuk tidak mengatakan kasar).
Yang terpenting dan berkesan, semua itu gratis. Satu peser pun kami tak keluar uang. Inilah inti keunikan Arbain: ia melawan kedigdayaan kapitalisme. Di sini, di ruang cinta ini, semuanya diberikan dengan cinta, dengan kerinduan yang tak terbayang dalam kepala banyak orang modern.
Tidak jarang teman seperjalanan dari Indonesia berulang kali bertanya: Apa mungkin negara membayar mereka? Apa jangan-jangan mereka nanti dibayar dari dana Imam Husein? Pokoknya buat kami yang terbiasa dapat sesuatu dengan uang, memang susah membayangkan fenomena itu, apalagi menyaksikannya sendiri. Kami pun terpaksa mencari tafsir dan takwil yang mengada-ada.
Di sela-sela perjalanan, saya menyaksikan orang-orang yang setengah memaksa rumah dan tendanya untuk disinggahi peziarah. Mereka merasa bangga bila tendanya sesak dengan peziarah yang mampir makan atau beristirahat. Sungguh ini bukan pemandangan yang dapat kami temukan setiap hari di Jakarta. Dan memang segalanya muncul di hari H-10 dan akan hilang di hari H+1 Arbain.
Imam Husein yang dibantai bersama puluhan keluarga dan sahabatnya 1.376 tahun lalu di Karbala, kini menjadi lebih ‘hidup’ dari sebelumnya. Ia menggerakkan jutaan orang melakukan hal-hal yang tidak bisa mereka lakukan kecuali di bawah nama dan pengawasan Husein.
Kekuatan apa ini? Energi apa ini? Kepemimpinan apa ini? Modal apa yang dimiliki Sang Pemimpin? Tentu, tak bisa tidak, ini kembali pada esensi segalanya: cinta. Ya, hanya cinta bisa mengelektrifikasi jutaan orang ini untuk menghilangkan prasangka, nafsu, amarah, kepentingan, ego dan lain-lain.
Sekali lagi, bagaimana mungkin ini bisa terjadi? Di kepala orang-orang yang tak punya imajinasi spiritual, tentu saja ini hanya ekspresi kebodohan. Atau kebetulan. Atau kepura-puraan. Atau hal-hal lain yang rendah. Tapi, sebenarnya, mereka yang bisa merasakan akan menemukan apa yang disebut dengan berkah itu secara aktual, dalam aksi keluhuran, cinta dan pengorbanan yang diperagakan oleh ratusan ribu pelayan para peziarah ini. (Abu Jawad/Yudhi)
Link Terkait :
– H-1 Perjalanan Mencari Diri: Dari Jakarta Ke Karbala
– Hari H Perjalanan Mencari Diri: Rangkuman Perasaan Dan Harapan