Berita
Hidupkan Pancasila dan Reinterpretasi Sumpah Pemuda
Memperingati Hari Sumpah Pemuda, 28 Oktober 2015, Dewan Harian Nasional dan Badan Penerus Pembudayaan Kejuangan 45 menggelar seminar kebangsaan “Menjawab Permasalahan Multidimensi Dengan Nilai-Nilai Kebangsaan” di Gedung Joang 45, Menteng, Rabu (28/10).
Asvi Warman Adam, pakar sejarah Indonesia dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyebutkan Sumpah Pemuda di masa sekarang harus diperbaharui.
“Sumpah Pemuda harus diperbaharui interpretasinya sekarang,” ujar Asvi.
“Tak hanya tanahnya yang satu, tapi juga harus melindungi Tanah Air yang satu ini. Tak hanya bangsa yang satu, tapi juga harus mengakui keberagaman, pluralisme bangsa. Tak hanya junjung bahasa persatuan Indonesia, tapi juga harus lestarikan bahasa daerah, juga tingkatkan kemampuan bahasa asing,” terang Asvi.
Sementara budayawan Radhar Panca Dahana yang juga menjadi salah satu pembicara menekankan pentingnya menghidupkan semangat Pancasila.
“Saya tidak setuju Konstitusi itu harga mati, Pancasila itu harga mati,” ujar Radhar. “Pancasila harus hidup, harus bergerak, karena zaman berganti dan dunia pun berubah. Jadi tuntunan Pancasila tak boleh dimatikan, harus dihidupkan terus.”
Radhar menegaskan Pancasila dan UUD 45 sejatinya bukanlah ikrar politik, tapi ikrar budaya, sebagai jatidiri dan identitas bangsa.
“Pancasila itu bukan ikrar politik, tapi ikrar budaya, ikrar peradaban kita,” ujar Radhar. “Yaitu peradaban bahari yang prinsip hidupnya adalah, menjadi manusia itu jika berguna bagi orang lain.
“Saat ini pendidikan, ekonomi, dan politik kita sudah tidak sesuai dengan semangat Pancasila. Kita harus benahi itu. Elit jangan mau terus mengkhianati konstitusi yang dipelintir oleh CIA ini,” tandas Radhar. (Muhammad/Yudhi)