Berita
Gerakan Nasional Pencanangan Bhinneka Tunggal Ika
Pembakaran gereja di Singkil Aceh dan masjid di Tolikara Papua menambah daftar agenda upaya pecah belah antar umat beragama di Indonesia. Melihat hal itu, beberapa lembaga swadaya masyarakat yang peduli dengan kebhinnekaan bangsa menggelar aksi sarasehan Pencanangan Bhinneka Tunggal Ika di Jakarta. Aksi itu dilakukan guna mengukuhkan kembali kebhinnekaan bangsa yang kian memudar ditelan masa.
Asep Kambali dari Komunitas Historia yang hadir selaku pembicara mengatakan, salah satu sebab kekerasan terjadi karena tidak saling mengenal satu sama lain, tidak memahami antar budaya dan agama. “Apalagi ada sentimen keagamaan yang mudah memicu konflik,” kata Asep.
Menurutnya, era globalisasi dengan meroketnya teknologi canggih terutama di bidang media, juga memberikan pengaruh.
“Media memiliki peran untuk mengkampanyekan nilai-nilai positif, inspiratif. Tapi, justru yang banyak diakses adalah yang lucu-lucu, lipsting, dan lain-lain,” sesal Asep.
Sementara itu DR Ichsan Malik dari IM Center untuk Dialog dan Perdamaian mengatakan, bahwa seringkali konflik hanya dipicu masalah sepele. Menurut pengalamannya saat terlibat aktif dalam meredam konflik antara Islam dan Kristen di Maluku yang menelan korban tak kurang dari 5.000 jiwa dan 500.000 menjadi pengungsi, serta merusak fasilitas hingga 80%, pada awalnya hanya disebabkan oleh perseteruan antara dua orang saja. Namun karena ada pihak-pihak yang berperan seperti ‘bensin’ dan ‘angin’, konflik itu pun kian membesar hingga sulit dipadamkan.
Penyebab lain dari meluasnya konflik menurut Ichsan Malik disebabkan beredarnya informasi yang tidak lengkap, informasi yang belum jelas kebenarannya.
“Informasi yang distortif ini, juga menjadi sumber konflik,” paparnya.
Terkait konflik Maluku yang skalanya begitu luas ternyata dapat diselesaikan juga. Tentu dengan upaya sungguh-sungguh dan kerja keras dari berbagai pihak.
“Saya saja di sana hingga 3,5 tahun untuk menyelesaikan itu, mempertemukan antar kelompok yang bertikai,” ungkap Ichsan.
Lalu, bagaimana dengan konflik keberagaman yang skalanya jauh lebih kecil namun justru belum terselesaikan hingga saat ini seperti dalam kasus Muslim Syiah Sampang, Ahmadiyah dan kelompok Kristen lainnya?
“Coba lihat sikap pemerintah, datang upacara seolah-olah mereka sudah mempertemukan (antar kelompok yang berkonflik) selesai. Padahal akar masalahnya belum jelas. Ada ketidakseriusan pemerintah menyelesaikan itu. Atau nggak, mereka melakukan pembiaran. Padahal semestinya harus menghandle, selesaikan hingga tuntas,” papar Ichsan.
Kian maraknya konflik di Tanah Air dan sikap tidak tegas pemerintah itulah yang setidaknya telah menimbulkan keprihatinan para penggagas Gerakan Nasional Pencangan Bhinneka Tunggal Ika.
Aksi yang terselenggara atas kerjasama IM Center untuk Dialog dan Perdamaian, Yayasan Komunitas Indonesia Sejati serta dukungan dari berbagai pihak yang peduli terhadap kebhinnekaan itu berlangsung di Gedong Joang 45′ Jakarta, Sabtu (17/10). (Malik/Yudhi)