Berita
Menguji Kekebalan Hukum Anggota DPR
Benarkah hukum di Indonesia berlaku tajam ke bawah, tumpul ke atas? Menurut persepsi sebagian masyarakat, itu benar adanya. Dapat dilihat misalnya ketika vonis mudah sekali dijatuhkan kepada penjahat kelas teri yang hanya mencuri ayam atau sandal jepit. Lain halnya kejahatan yang dilakukan oleh pejabat dan penguasa negeri, koruptor kelas kakap sulit sekali dijatuhi sanksi. Bahkan, mereka yang sudah menjadi tahanan masih bisa merasakan nikmatnya jalan-jalan seperti yang dirasakan Gayus Tambunan.
Kali ini, hukum di Indonesia kembali dihadapkan pada persoalan yang sama. Salah satu Anggota DPR dari Fraksi PPP yang merupakan anak mantan Wakil Presiden Hamzah Haz bernama Ivan Haz dilaporkan ke Polda Metro Jaya atas penganiayaan yang dilakukan terhadap salah satu pembantunya berinisial (T). Tentu kita tidak mau, semboyan “hukum tumpul ke atas, tajam ke bawah” terus berlaku termasuk dalam kasus ini.
Sejauh ini, penanganan kasus (T) didampingi oleh LBH APIK Jakarta yang dibentuk oleh APIK (Asosiasi Perempuan Indonesia Untuk Keadilan) dan LBH Jakarta. Sementara untuk keamanan, korban (T) berada dalam pengawasan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) setelah berhasil melarikan diri. Saat ini korban mengalami trauma berat, sebagaiman dalam rilis LBH APIK (5/10), disebutkan “Jika korban berani meninggalkan apartemen, pelaku akan menghabisi seluruh keluarga korban di kampung”. Selain itu, korban mengalami luka parah di sekujur tubuhnya. Luka memar hingga ketulian akibat sering dipukuli.
Sebagaimana dirilis LBH APIK, (T) bekerja sebagai pengasuh anak Ivan Haz sejak 2 Mei 2015. Kekerasan demi kekerasan terjadi terhadap pembantu rumah tangga ini. Puncaknya tanggal 29 September 2015 telinga korban dipukul dengan keras hingga berdarah dan bengkak. Pundak dan kepala belakang dipukul berkali-kali dengan menggunakan tabung obat semprot nyamuk. Tulang belakang ditendang pelaku karena korban dianggap tidak bisa mendiamkan anaknya yang sedang menangis (pelaku tidak suka anaknya menangis). “Jika anaknya menangis dia disiksa, anaknya juga harus mau makan, kalau tidak dia mendapat siksaan lagi,” kata Feny Siregar salah satu anggota LBH APIK.
Selain kekerasan fisik, kekerasan psikis terhadap (T) juga diungkap LBH APIK seperti ancaman akan “dihabisi“ keluarganya jika kabur, juga sering dipanggil dengan tidak manusiawi dengan sebutan “anjing, monyet.” Selain itu, 2 bulan gaji (T) untuk Agustus dan September juga belum dibayarkan.
Sementara itu dalam konfirmasi yang dilansir salah satu media online Ivan Haz mengaku tidak ada penyiksaan yang dilakukan. Bahkan ia menyesalkan kenapa hal ini tidak dibicarakan secara baik-baik. “Pas ada kejadian, istri saya marah, malah dia kabur lewat pagar atas yang tinggi. Dia jatuh, luka. Dia bilang dianiaya,” kata Ivan. Dengan kata lain Ivan menyebut luka-luka yang menimpa (T) akibat korban jatuh saat melarikan diri.
Entah mana yang benar. Proses peradilan yang akan membuktikan. Jika penyiksaan ini benar-benar terjadi, akankah hukum kembali lagi akan tumpul ke atas? Kita tunggu perkembangan selanjutnya. (Malik/Yudhi)