Berita
Al-Ghadir : Hari Istimewa dan Bersejarah Dalam Islam
Peristiwa pengangkatan Imam Ali as sebagai Wali dan Washi umat Islam oleh Rasulullah saw usai Haji Wada merupakan peristiwa agung. Pada hari itulah Allah SWT menurunkan Firman-Nya dalam QS. al-Maidah ayat 3: “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.”
Sebagai momen disempurnakannya agama Islam, Al-Ghadir merupakan hari yang istimewa dalam sejarah Islam, yang diperingati oleh seluruh umat Islam usai Haji Wada.
“Para sejarawan Islam seperti Al-Baladzari, Thabrani, dan Al-Biruni mencatat bahwa zaman dulu, usai peristiwa Al-Ghadir, tiap tanggal 18 Dzulhijjah, seluruh umat Islam selalu memperingati Al-Ghadir dengan penuh kegembiraan. Sebagai hari disempurnakannya Islam,” ujar Hujjatul Islam Syed Mufid Hussaini Kouhsari, Direktur ICAS dalam khotbahnya di ICC Al-Huda.
Di abad-abad awal Islam, seluruh umat Islam memperingati Al-Ghadir, tetapi menurut Mufid, di abad-abad terakhir karena dahsyatnya fitnah, umat Islam tak lagi memperingati Al-Ghadir selain Muslim Syiah.
“Tiap tanggal 18 Dzulhijjah dulu umat Islam memperingati dan bergembira atas Hari Al-Ghadir. Tetapi di abad selanjutnya, karena fitnah yang dahsyat, umat Islam menjadi lupa dan tak lagi memperingati Hari Al-Gadhir.” ujar Mufid.
Keimamahan Imam Ali as
Dalam momen Al-Ghadir, Rasulullah saw telah mengangkat Imam Ali sebagai Wali dan Washi-nya. Kemutawatiran riwayat pengangkatan Imam Ali as ini sangat kuat baik dalam periwayatan Sunni maupun Syiah. Meski begitu, memang ada perbedaan penafsiran mengenai posisi Imam Ali ini dari sabda Nabi, “Man kuntu maula fa aliyyun maula. “
“Di kalangan umat Islam ada yang memaknai kata ‘wilayah’ dan ‘maula’ itu artinya sebagai cinta; yang mencintai aku (Muhammad), maka cintailah Ali. Ada juga yang mengartikan sebagai belajar ilmu; yang belajar ilmu dariku, maka belajarlah dari Ali (sebagai pintu kota ilmu). Juga ada yang mengartikan sebagai teladan akhlak dan spiritual,” terang Syed Mufid.
Menurut Syed Mufid, semua itu benar, tapi tidak atau kurang sempurna.
“Mari kita lihat apa wilayah Rasulullah. Wilayah Rasulullah tak hanya mengenai tiga hal tadi, tapi seluruh aspek kehidupan. Bahkan dikatakan, tidak beriman seseorang yang tidak patuh kepada Rasul, jika Rasul sudah memutuskan.”
“Karena itu, hari Al-Ghadir bukan hanya deklarasi wilayah kepada Imam Ali, tapi sekaligus adalah deklarasi wilayah Rasulullah. Dan tentu saja deklarasi akan wilayah Allah SWT.”
Kedudukan Imam Ali ini, tidak berarti menyamakan posisi Imam Ali setingkat Nabi atau bahkan Tuhan seperti yang sering dituduhkan oleh para pemfitnah Syiah.
“Kita meyakini bahwa wilayah Imam Ali seperti itu, tapi bukan berarti menyamakan Imam Ali setingkat Nabi atau bahkan seperti Allah SWT,” ujar Syed Mufid.
“Imam Ali as sendiri ketika seseorang membandingkannya dengan Rasulullah berkata, ‘Celaka kalian (yang telah lancang membandingkan aku dengan Rasulullah). Ketahuilah, aku ini tak lebih adalah salah seorang budak dari budak-budak Muhammad!'” tandas Syed Mufid menirukan jawaban Imam Ali as. (Muhammad/Yudhi)