Berita
Menanti Asap Tak Kunjung Lenyap
Tempias asap pekat terasa hingga ratusan kilometer dari pusat kebakaran lahan gambut di Riau. Maya Candra Lestari adalah salah seorang warga Tanjung Balai Karimun kepulauan Riau, yang ikut terdampak bencana ini. Padahal, jarak tinggal Maya dan pusat asap terbilang cukup jauh, yaitu sekitar 300-400 km. Bahkan banyak media menyebut, polusi asap juga merambah hingga ke negeri tetangga, Singapura.
Gadis belia berusia 22 tahun ini merasa prihatin, kabut asap yang sudah berminggu-minggu lamanya menyelimuti kota Riau dan sekitarnya tak kunjung hilang.
“Bahkan ada seorang teman saya yang kuliah di Pekanbaru, terpaksa pulang karena tak tahan dengan asap di sana,” tutur Maya.
Kejadian ini membuka mata banyak pihak betapa sangat berharganya udara bersih dan sehat. Hingga bisa bernapas segar tanpa harus menghirup udara tercemar. Betapa manusia diingatkan agar benar-benar menjaga dan memperhatikan alam.
Namun demikian, sebagai penentu kebijakan dan pelindung warganegara, pemerintah memiliki peran sangat dominan. Banyak media memberitakan, kebakaran terjadi akibat kebijakan pemerintah yang abai menata ruang wilayah dan leluasa memberi izin usaha perkebunan dan tanaman industri tanpa pertimbangan dampak lingkungan. Artinya, kebakaran ini terjadi akibat ulah tangan manusia yang ingin membuka lahan baru untuk kepentingan usahanya.
Akibat kejadian ini, entah berapa kerugian yang telah dialami.
“Banyak warga mengungsi ke beberapa desa yang jauh dari kabut asap dan sekolah-sekolah diliburkan,” kata Maya yang tinggal tak jauh dari negeri tetangga, Singapura ini. “Lalu-lintas juga terganggu karena tebalnya asap,” imbuhnya.
Gadis yang baru saja menyelesaikan kuliahnya di sebuah Sekolah Tinggi di Jakarta ini berharap, kabut asap di Riau dan sekitarnya segera berakhir. “Banyak sudah yang menderita karena kesulitan bernapas. Mudah-mudahan pemerintah Riau segera mengatasi bencana kabut asap ini,” pungkas Maya.
Mungkinkah kepulan asap yang tak kunjung menyingkir dari Riau dan sekitarnya ini merupakan sebentuk protes alam terhadap ulah tangan manusia? Tentu kita berharap jangan sampai kebijakan pemerintah yang hanya memihak kepada segelintir orang, justru mengorbankan jutaan manusia sebagai tumbal kerusakan alam. Jika ini fenomena alami, tetap saja rakyat akan menanti langkah sigap dan antisipasi pemerintah agar ke depan kejadian serupa tak terulang lagi. (Malik/Yudhi)