Ikuti Kami Di Medsos

Berita

Populerkan Islam Damai Untuk Indonesia

Aula Terapung Universitas Indonesia

Beragam cara dilakukan untuk menyikapi fenomena maraknya aksi kelompok radikal dan ekstremis yang mengatasnamakan Islam seperti halnya DAIS/ISIS dan gerakan-gerakan sejenis. The Wahid Institute misalnya, baru-baru ini menggelar kuliah hikmah dengan tema “Teknologi dan Kreativitas: Mempopulerkan Islam Damai Untuk Indonesia” di aula Apung Universitas Indonesia (UI) Jakarta, (3/9).

“Untuk melakukan penyadaran bahwa gerakan ekstremis ini tidak hanya bergerak pada lingkup offline saja melainkan juga online,” kata Yenny Wahid selaku Direktur Wahid Institute. Menurutnya, kreativitas dalam dunia teknologi terutama teknologi informasi sangat dibutuhkan guna memperkenalkan Islam yang ramah serta untuk menangkal meningkatnya gerakan radikal.

Dalam acara itu digelar pula talk show dengan menghadirkan Abdul Rehman Malik,  seorang jurnalis perdamaian sebagai salah satu pembicara. Menurut Abdul Rehman, gerakan-gerakan kebangkitan Daulah Islamiyah, ISIS, seperti halnya penyakit kanker, cepat menyebar dan sangat berbahaya. “Kita tidak ingin kanker ini menyebar dan hari ini kita akan belajar bersama mengatasi kanker yang kini telah menyebar di Timur Tengah ini,” kata Abdul Rehman.

Ia menantang hadirin untuk sedikit berpikir radikal dan berani melepaskan ikatan Islam dari dunia Arab, “Kenapa kita musti menengok Timur Tengah? Di sana Nasionalisme gagal, sekuler gagal, negara Islam gagal, dan budayanya kacau balau.”

Ia juga mengajak menyelamatkan tidak hanya diri masing-masing dari virus kanker gerakan ekstremis ini melainkan juga mengajak menyelamatkan teman-teman yang sudah terjangkit virus ini. “Kalau virus penyakit bisa menyebar melalui makanan, virus radikal ini bisa menyebar melalui internet. Di dunia online kita melihat propaganda bermacam-macam. Ini bukan kerjaan Islam. Ini kriminal!” kata Abdul Rehman.

Sebab itu melalui dunia internet juga ia mengajak hadirin turut aktif dalam mengampanyekan Islam damai dan melakukan penyadaran kepada banyak orang. Sebab menurutnya, dalam sebuah penelitian tahun 2014 ada 90.000 akun Twitter yang mendukung gerakan mereka (kelompok ekstremis) dan mereka bekerja sungguh-sungguh dalam mendukung gerakan radikal ini.

“Sedangkan kita masih banyak disibukkan dengan urusan kita masing-masing,” papar Abdul Rehman. (Malik/Yudhi)