Berita
Spirit Islam Basis Kemajuan Indonesia
Merayakan HUT Kemerdekaan Indonesia ke-70, Rumah Kajian Al-Qur’an Al-Barru (RKAB) mengadakan Talk Show “Kemerdekaan, Keislaman dan KeIndonesiaan” di Ruang Theater Wisma Kemenpora, Jakarta, (30/8).
Ustaz Rusli Malik, Pimpinan RKAB menyebutkan diskusi ini diadakan untuk menegaskan bahwa tidak ada jarak antara Islam dan Negara.
“Kita tak ingin ada jarak antara umat Islam dan Negara. Bicara tentang negara Republik Indonesia itu ya bicara tentang Islam,” ujar Rusli. “Kita tak ingin ada pihak-pihak tertentu yang mencoba membuat perbenturan antara negara dan agama.”
Sementara Radhar Panca Dahana, seorang budayawan yang menjadi salah satu narasumber dalam paparannya menyebutkan karakter spirit Islam sangat cocok dengan karakter bahari Nusantara.
“Semua yang masuk ke Indonesia itu pasti mengalami akulturasi dan integrasi lokal kultural. Begitu juga Islam,” ujar Radhar.
“Cuma yang menarik dari Islam adalah, dari berbagai macam paham, ilmu, ideologi, sampai dasar keyakinan spiritual yang datang dari kontinental, yang paling mampu diterima oleh masyarakat bahari itu ya Islam.”
“Islam datang katanya abad ke-13 atau 8, hanya butuh 200-300 tahun menyebar ke seluruh Indonesia. Mengapa? Karena kalau dari produk kontinental yang banyak itu, yang paling bahari itu Islam. Nabi Muhammad saw itu mempunyai spirit yang sangat bahari.”
“Spirit itu adalah spirit membumi, terbuka, open minded, open heart, multikultural, tidak xenophobic, itu semua adalah kita,” terang Radhar.
Hal senada diterangkan oleh Yudi Latief yang juga hadir sebagai pembicara. Ia menyebutkan bahwa bukanlah Barat yang memodernkan Islam, tapi justru percikan Islam lah yang menyemaikan semangat kemajuan di Indonesia.
“Percikan Islam lah yang menjadi semangat anti kolonialisme dan preseden modernisasi. Modernisasi itu bukan dari Barat, tapi justru dari Islam,” ujar Yudi Latief.
Yudi Latief menyebutkan bahwa setidaknya ada tiga hal penting yang diajarkan oleh Islam, yang menjadi basis semangat berkemajuan bangsa Indonesia.
“Pertama, Islam mengajarkan kesetaraan manusia. Dari sinilah lahir semangat egaliter. Kedua, Islam mengajarkan tentang konsepsi persona, nafs. Dimana pria dan wanita memiliki posisi yang sama. Dan ketiga, Islam mengajarkan konsep waktu yang linear, bukan melingkar. Ini yang mendorong produktivitas,” terang Yudi. (Muhammad/Yudhi)