Berita
Halaqoh Kebangsaan PBNU: Pancasila Islami dan Menghargai Keragaman Tradisi
Halaqoh Kebangsaan dengan tema “Pancasila Rumah Kita: Perbedaan adalah Rahmat” baru saja digelar di kantor pusat PBNU Jakarta (26/8). Di sela acara, digelar pula acara deklarasi persatuan lintas agama.
Deklarasi itu ditandatangani empat tokoh lintas agama di antaranya; Prof. Dr. KH. Said Aqil Siradj, MA (Ketua Umum PBNU), Romo Edi Purwanto PR (Konferensi Waligereja Indonesia), Pendeta Albertus Patty (Persekutuan Gereja Indonesia) dan Bhiksu YM Dutavira Mahastavira (Walubi).
Salah satu poin seruan deklarasi itu adalah, mengedepankan sikap toleransi antar pemeluk umat beragama dan berkeyakinan di Indonesia.
Ir. H. A. Helmy Faishal Zaini (Sekjen PBNU) dalam sambutan acara menyampaikan pentingnya upaya-upaya merajut ukhuwah, persatuan di tengah banyaknya perbedaan. “Upaya pendekatan sosial makin longgar akibat adanya gerakan pemecah belah, gerakan yang mengadu-domba, padahal awalnya kehidupan kita sangat harmonis,” kata Helmy.
Terkait tema halaqoh, Helmy menilai, Pancasila merupakan modal kemajuan bangsa Indonesia yang harus dijaga. “Pancasila, NKRI, sudah menjadi format final bangsa Indonesia,” imbuhnya.
Menurutnya pula, nilai-nilai dalam Pancasila sudah sangat Islami. “Tapi juga tidak bertentangan dengan agama-agama lain.”
Sepaham dengan itu, Prof. Said Aqil Siradj juga menyampaikan pendapat sama. “Bahwa Pancasila merupakan perwujudan dari nilai-nilai Islam Nusantara,” kata Prof. Said Aqil.
Islam Nusantara sendiri menurutnya merupakan Islam yang melebur dengan budaya, menghargai tradisi-tradisi, namun tradisi yang juga tidak bertentangan dengan Islam.
“Negara ini hendaknya darus salam (negara damai), bukan darul Islam (negara Islam), seperti halnya Nabi Muhammad saw membangun Madinah,” pesan Prof. Said Aqil.
Pendeta Albertus Patty, yang juga menjadi narasumber mengatakan, tentang penafsiran agama Islam dan Kristen mengenai siapakah yang hendak disembelih Ibrahim, Ismail ataukah Ishak? “Kenyataannya tidak semuanya jadi disembelih. Pesan yang hendak disampaikan dalam tafsirnya Yahudi adalah, cukuplah agama mengorbankan manusia demi Allah, sekarang korbannya domba saja.” Dengan kata lain, tidak perlu mengorbankan darah manusia untuk membela agama-Nya. (Malik/Yudhi)